Dibalik
Frekuensi, ketika media sudah berubah menjadi wadah untuk berpolitisasi, dan
yang dikuasai oleh mereka yang memiliki kekuasaan di Negeri ini, dan seketika
itu pulalah segala hak jurnalis di batasi. Akibatnya kini yang salah ditutup-
tutupi, dan yang benar pun bisa di khianati. Memang sungguh ironi,mengapa di
Negeri kita tercinta ini, politisasi media sangat jelas terjadi.
Masyarakat
pun sudah sangat mengetahui, dimana penguasa negeri seperti Aburizal Bakrie
yang sudah lama bermain dikancah politik nasional yang berasal dari partai
golkar, dan kini ingin mencalonkan diri jadi presiden dipemilu di 2014 nanti memiliki
stasiun televisi yaitu Tv One dan Antv, dan Surya Paloh yang juga notabennya dari
Partai politik yaitu partai Nasdem juga lagi gencar- gencarnya mengkampanyekan
dirinya untuk menjadi presiden R.I di pemilu 2014 nanti memiliki stasiun
televisi Metro Tv.
Akibat
hal ini, persaingan dan gesekan pun sering kita lihat antara 2 pemilik media
ini. Persamaannya hanya sama- sama mencari kesalahan si A dan si B, sama- sama
menutupi kesalahan dirinya yang telah di ungkit media tetangga dan sama- sama
mencari dukungan masyarakat sebanyak- banyaknya untuk memenangkan dirinya di
pemilihan umum 2014 nanti.
Hal- hal
yang sangat tampak jelas terjadi, dialami oleh Luthviana. Seorang jurnalis
senior yang telah bekerja 10 tahun untuk Metro Tv, yang dimulainya dari menjadi
seorang Reporter hingga jabatannya naik menjadi Asisten Produser Berita dan
tiba- tiba di pindahkan secara sepihak ke bagian HRD, yang dimana bagian
tersebut bukan basic dari dirinya. Usut punya usut, hal tersebut terjadi akibat
Luthviana yang berani untuk mengkritisi Media ditempat ia bekerja yaitu Metro
Tv yang kurang memperhatikan kesejahteraan hidup karyawan/ti-nya dan
mengkritisi independensi news room yang telah dicampuri oleh kepentingan
pemilik modal yang menjadikan media untuk ber-eksistensi untuk mencalonkan diri
di Pemilu 2014 yang di usung oleh partai yang di ketuai nya. Kenyataan tersebut
sangatlah berbanding terbalik dengan kode etik jurnalistik yang mengharuskan
seorang jurnalis untuk selalu Independen serta fungsi media. Dan hal itu telah
tertanam dalam jiwa Luthviana yang merupakan seorang jurnalis, sehingga ia
merasa pantas untuk mengkritisi hal tersebut demi menegakkan keadilan dan
kesejahteraan seluruh karyawan di media tempat ia bekerja. Karena
keberaniannya, ia pun di panggil secara mendadak oleh pimpinan yaitu Surya
Paloh dan kemudian di PHK secara sepihak dan memunculkan pertanyaan “Dimanakah
keadilan seorang pemimpin?”
Cukup
miris seorang pemimpin media yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin
bangsa jika tidak memiliki keadilan seperti ini!
Lain
Luthviana, lain juga kisah yang dialami oleh Hari Suwandi, seorang korban
musibah Lumpur panas PT. Lapindo, Sidoarjo. Dimana perusahaan PT. Lapindo
Sidoarjo ini merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan yang dimiliki
oleh Aburizal Bakrie yang notabennya juga adalah calon presiden di pemilu 2014
nanti yang diusung oleh partai Golkar yang sekaligus pemilik media yaitu TV One
dan Antv.
Hari
Suwandi bersama seorang teman nya Harto Wiyono mewakili seluruh masyarakat
korban dari Lumpur Lapindo berangkat dari Sidoarjo menuju Jakarta untuk menemui
Aburizal Bakrie untuk menuntut keadilan. Dengan bermodalkan sedikit keperluan
yang ia butuhkan nanti sewaktu menempuh perjalanan selama 29 hari dengan
berjalan kaki dengan jarak 827 KM. Selama diperjalanan pak Hari dan pak Harto
mendapat banyak dukungan dari masyarakat setempat serta jalanan yang telah di
lewatinya. Sesampainya di Jakarta, pak Hari dan pak Harto disambut oleh
masyarakat korban lumpur lapindo yang datang dari Sidoarjo yang juga disertai masyarakat
yang ikut berdemonstrasi untuk memohon penanggung jawaban atas korban yang
telah ditimbulkan oleh PT. Lapindo Brantas.
Media TV
One yang merupakan kepemilikan dari Aburizal Bakrie pun pada saat itu
memberitakan bahwa hal yang dilakukan oleh pak Hari dan pak Harto ini hanyalah
ajang mencari sensasi saja, dimana ketika itu Aburizal Bakrie mengklaim bahwa
seluruh korban PT. Lapindo Brantas telah diberikan pembayaran yang sesuai,
walau pada kenyataannya berbanding terbalik dengan yang dialami oleh pak Hari,
dan warga lainnya yang turut serta berdemo kala itu. Bahkan keganjilan pun
terjadi, dimana pak Hari meminta maaf kepada Aburizal Bakrie beserta keluarga
besarnya melalui siaran “Apakabar Indonesia” yang disiarkan secara Live kala
itu. Pak Harto, teman seperjuangannya berangkat kala itupun terdiam menyaksikan
keganjilan tersebut di televisi.
bukan berprasangka buruk, tapi ini sudah merupakan kebenaran yang di putar balikan dan pasti lagi- lagi menggunakan uang!allahu'alam.
bukan berprasangka buruk, tapi ini sudah merupakan kebenaran yang di putar balikan dan pasti lagi- lagi menggunakan uang!allahu'alam.
+++++++++++++++++++++++
Dari dua
kejadian Dibalik Frekuensi diatas memanglah sangat Ironi dengan Ilmu
Komunikasi. Dimana kode etik Jurnalistik yang bersifat Independent
dikesampingkan demi kepentingan pemilik modal tanpa memikirkan hajat hidup
orang banyak. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh media massa, kini telah
dikalahkan oleh pihak- pihak yang mempunyai kekuatan politik serta modal, yang
hanya memikirkan pencitraan dirinya, keluarga besarnya serta perusahaan yang
dimilikinya. Namun masyarakat kini tidak buta dan juga tidak tuli, masyarakat
kini telah bisa menentukan yang baik dan yang mana yang buruk untuk dijadikan
pemimpin sebuah bangsa, walau media kini tidak lah lagi Independent, dan saling
bersinggungan dalam sebuah pemberitaan dan pencitraan.
Padahal fungsi media massa menurut DeWitt C. Reddick,
(1976) fungsi utama media massa adalah :
- untuk mengkomunikasikan kesemua manusia lainnya mengenai perilaku, perasaan, dan pemikiran mereka Dan dalam mewujudkan hal itu, pers tidak akan lepas dengan responsibilitas dari kebenaran informasi (Responsibility),
- kebebasan insan pers dalam penyajian berita (Freedom of the pers),
- kebebasan pers dari tekanan-tekanan pihak lainnya (Idependence),
- kelayakan berita terkait dengan kebenaran dan keakuratannya (Sincerity, Truthfulness, Accuracy),
- aturan main yang disepakati bersama (Fair Play),
- dan penuh pertimbangan (Decency).
Mungkin
itu saja yang dapat saya sampaikan, dan mohon maaf jika ada pihak yang
tersinggung dalam tulisan saya ini. Terima kasih telah membaca.
MARI TEGAKKAN KEADILAN SETEGAK-
TEGAKNYA!!
Disusun Oleh : Tommy Hidayat ( 0902055127 )
Penulisan Humas
ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
MULAWARMAN