Sabtu, 08 Juni 2013

Tugas Akhir Penulisan Humas


Dibalik Frekuensi, ketika media sudah berubah menjadi wadah untuk berpolitisasi, dan yang dikuasai oleh mereka yang memiliki kekuasaan di Negeri ini, dan seketika itu pulalah segala hak jurnalis di batasi. Akibatnya kini yang salah ditutup- tutupi, dan yang benar pun bisa di khianati. Memang sungguh ironi,mengapa di Negeri kita tercinta ini, politisasi media sangat jelas terjadi.
Masyarakat pun sudah sangat mengetahui, dimana penguasa negeri seperti Aburizal Bakrie yang sudah lama bermain dikancah politik nasional yang berasal dari partai golkar, dan kini ingin mencalonkan diri jadi presiden dipemilu di 2014 nanti memiliki stasiun televisi yaitu Tv One dan Antv, dan Surya Paloh yang juga notabennya dari Partai politik yaitu partai Nasdem juga lagi gencar- gencarnya mengkampanyekan dirinya untuk menjadi presiden R.I di pemilu 2014 nanti memiliki stasiun televisi Metro Tv.
Akibat hal ini, persaingan dan gesekan pun sering kita lihat antara 2 pemilik media ini. Persamaannya hanya sama- sama mencari kesalahan si A dan si B, sama- sama menutupi kesalahan dirinya yang telah di ungkit media tetangga dan sama- sama mencari dukungan masyarakat sebanyak- banyaknya untuk memenangkan dirinya di pemilihan umum 2014 nanti.
Hal- hal yang sangat tampak jelas terjadi, dialami oleh Luthviana. Seorang jurnalis senior yang telah bekerja 10 tahun untuk Metro Tv, yang dimulainya dari menjadi seorang Reporter hingga jabatannya naik menjadi Asisten Produser Berita dan tiba- tiba di pindahkan secara sepihak ke bagian HRD, yang dimana bagian tersebut bukan basic dari dirinya. Usut punya usut, hal tersebut terjadi akibat Luthviana yang berani untuk mengkritisi Media ditempat ia bekerja yaitu Metro Tv yang kurang memperhatikan kesejahteraan hidup karyawan/ti-nya dan mengkritisi independensi news room yang telah dicampuri oleh kepentingan pemilik modal yang menjadikan media untuk ber-eksistensi untuk mencalonkan diri di Pemilu 2014 yang di usung oleh partai yang di ketuai nya. Kenyataan tersebut sangatlah berbanding terbalik dengan kode etik jurnalistik yang mengharuskan seorang jurnalis untuk selalu Independen serta fungsi media. Dan hal itu telah tertanam dalam jiwa Luthviana yang merupakan seorang jurnalis, sehingga ia merasa pantas untuk mengkritisi hal tersebut demi menegakkan keadilan dan kesejahteraan seluruh karyawan di media tempat ia bekerja. Karena keberaniannya, ia pun di panggil secara mendadak oleh pimpinan yaitu Surya Paloh dan kemudian di PHK secara sepihak dan memunculkan pertanyaan “Dimanakah keadilan seorang pemimpin?”
Cukup miris seorang pemimpin media yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin bangsa jika tidak memiliki keadilan seperti ini! 

 

Lain Luthviana, lain juga kisah yang dialami oleh Hari Suwandi, seorang korban musibah Lumpur panas PT. Lapindo, Sidoarjo. Dimana perusahaan PT. Lapindo Sidoarjo ini merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie yang notabennya juga adalah calon presiden di pemilu 2014 nanti yang diusung oleh partai Golkar yang sekaligus pemilik media yaitu TV One dan Antv.


Hari Suwandi bersama seorang teman nya Harto Wiyono mewakili seluruh masyarakat korban dari Lumpur Lapindo berangkat dari Sidoarjo menuju Jakarta untuk menemui Aburizal Bakrie untuk menuntut keadilan. Dengan bermodalkan sedikit keperluan yang ia butuhkan nanti sewaktu menempuh perjalanan selama 29 hari dengan berjalan kaki dengan jarak 827 KM. Selama diperjalanan pak Hari dan pak Harto mendapat banyak dukungan dari masyarakat setempat serta jalanan yang telah di lewatinya. Sesampainya di Jakarta, pak Hari dan pak Harto disambut oleh masyarakat korban lumpur lapindo yang datang dari Sidoarjo yang juga disertai masyarakat yang ikut berdemonstrasi untuk memohon penanggung jawaban atas korban yang telah ditimbulkan oleh PT. Lapindo Brantas.
Media TV One yang merupakan kepemilikan dari Aburizal Bakrie pun pada saat itu memberitakan bahwa hal yang dilakukan oleh pak Hari dan pak Harto ini hanyalah ajang mencari sensasi saja, dimana ketika itu Aburizal Bakrie mengklaim bahwa seluruh korban PT. Lapindo Brantas telah diberikan pembayaran yang sesuai, walau pada kenyataannya berbanding terbalik dengan yang dialami oleh pak Hari, dan warga lainnya yang turut serta berdemo kala itu. Bahkan keganjilan pun terjadi, dimana pak Hari meminta maaf kepada Aburizal Bakrie beserta keluarga besarnya melalui siaran “Apakabar Indonesia” yang disiarkan secara Live kala itu. Pak Harto, teman seperjuangannya berangkat kala itupun terdiam menyaksikan keganjilan tersebut di televisi.
bukan berprasangka buruk, tapi ini sudah merupakan kebenaran yang di putar balikan dan pasti lagi- lagi menggunakan uang!allahu'alam.
+++++++++++++++++++++++
Dari dua kejadian Dibalik Frekuensi diatas memanglah sangat Ironi dengan Ilmu Komunikasi. Dimana kode etik Jurnalistik yang bersifat Independent dikesampingkan demi kepentingan pemilik modal tanpa memikirkan hajat hidup orang banyak. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh media massa, kini telah dikalahkan oleh pihak- pihak yang mempunyai kekuatan politik serta modal, yang hanya memikirkan pencitraan dirinya, keluarga besarnya serta perusahaan yang dimilikinya. Namun masyarakat kini tidak buta dan juga tidak tuli, masyarakat kini telah bisa menentukan yang baik dan yang mana yang buruk untuk dijadikan pemimpin sebuah bangsa, walau media kini tidak lah lagi Independent, dan saling bersinggungan dalam sebuah pemberitaan dan pencitraan. Padahal fungsi media massa menurut DeWitt C. Reddick, (1976) fungsi utama media massa adalah :
  1.   untuk mengkomunikasikan kesemua manusia lainnya mengenai perilaku, perasaan, dan pemikiran mereka Dan dalam mewujudkan hal itu, pers tidak akan lepas dengan responsibilitas dari kebenaran informasi (Responsibility),
  2.   kebebasan insan pers dalam penyajian berita (Freedom of the pers),
  3.   kebebasan pers dari tekanan-tekanan pihak lainnya (Idependence),
  4.   kelayakan berita terkait dengan kebenaran dan keakuratannya (Sincerity, Truthfulness, Accuracy),
  5.   aturan main yang disepakati bersama (Fair Play),
  6.  dan penuh pertimbangan (Decency).
Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan, dan mohon maaf jika ada pihak yang tersinggung dalam tulisan saya ini. Terima kasih telah membaca.
MARI TEGAKKAN KEADILAN SETEGAK- TEGAKNYA!!

Disusun Oleh : Tommy Hidayat ( 0902055127 )
Penulisan Humas
ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN

Kamis, 30 Mei 2013

Riwayat Hidup Nurliyah S, Sos. M, Kom



 Biografi Nurliyah: Dosen Penulisan Humas Ilmu Komunikasi
Nurliyah S, Sos. M, Kom, terlahir di Makassar pada 20 Juli 1977, dan merupakan anak kedua dari 6 saudara yang berasal dari seorang ayah yang bernama Simolla  yang berprofesi sebagai PNS di RRI Makassar dan Ibu Dahlia yang seorang Pedagang, membuat wanita satu ini memiliki sejuta mimpi dan ingin mengikuti jejak Pers yang telah ditekuni oleh ayahnya dalam kurun waktu 40 tahun mengabdi di RRI Makassar.
Pada tahun 1984, ia memulai langkahnya untuk mengenyam pendidikan dasar wajib 9 tahun. Ketika duduk dibangku Sekolah Dasar hingga ia tamat pada tahun 1990, dan melanjutkan kejenjang berikutnya di Sekolah Menengah Pertama hingga tamat pada tahun 1993, wanita berjilbab ini memiliki prestasi yang sangat membanggakan untuk kedua orang tuanya, yaitu selalu memperoleh peringkat 1 dikelas. Pada tahun 1993 ia melanjutkan lagi pendidikannya di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 8 Makassar dan ketika itu juga ia selalu memperoleh peringkat 5 besar dimulai dari kelas 1 hingga ia selesai ditahun 1996. Ditahun 1996, setelah lulus SMA, wanita yang kini memakai behel ini kemudian melanjutkan pendidikan sarjananya ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hassanudin Makassar, Jurusan Ilmu Komunikasi. Seketika ia menjadi Mahasiswi UNHAS, wanita satu ini sadar bahwa Ilmu Jurnalisme dikampus hanyalah berupa teori dan konsep, namun praktiknya harus berani terjun kelapangan. Sehingga ketika itu ia dikenal cukup aktif dalam berbagai organisasi diantaranya HMI Makassar, Aliansi Penerbitan Kampus Identitas Makassar, Aliansi Jurnalis Independen Makassar, dll dan mengikuti beberapa Lomba Jurnalistik didalam dan diluar Kota Makassar dan memperoleh banyak penghargaan selama ia mengenyam pendidikannya. Namun karena begitu aktifnya diberbagai kegiatan dan Organisasi, wanita yang memiliki hobby membaca dan menonton film barat ini menempuh pendidikan S1 nya selama 6 tahun, dan memperoleh gelar S. Ikom ditahun 2002 dengan IPK yang cukup memuaskan yaitu 3, 45.
Setelah ia Lulus di Universitas Hassanudin Makassar dengan memperoleh gelar S. Ikom ditahun 2002, Ia langsung memulai titik karirnya sebagai Junalis disebuah Majalah Harian Trust di Jakarta selama 1 tahun. Setelah resign dari Majalah Trust, ia ditarik oleh Majalah Masa ditahun 2003, dan kemudian ia resign kembali ditahun 2008. Setelah itu wanita yang memiliki paras yang cukup manis ini hijrah ke Kalimantan Timur dan bekerja sebagai Koresponden Forum Keadilan di Tribun Kaltim dan menjadi Koordinator Perizinan KPID Kaltim sambil melanjutkan S2 nya Jurusan Komunikasi Massa di Universitas Hassanudin Makassar dan lulus ditahun 2010 yang lagi- lagi dengan IPK yang cukup mengagumkan, 3, 65. Dengan segala kemampuan yang ia miliki, wanita Makassar ini di tahun 2010 menjadi Dosen untuk Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Mulawarman Samarinda dan profesi nya di Tribun Kaltim dan KPID Kaltim pun tetap berjalan, hingga kini dan terus berambisi untuk memperbaiki kerangka berfikir Mahasiswa untuk lebih kritis dan meningkatkan minat baca, serta mengabdi dan memperbaiki Kaltim untuk kedepannya. (y)

Disusun Oleh : Tommy Hidayat
                          Fuad Abbas Saleh P.
                          Khoirul Ibad